ABSTRAKSI
Hak Asasi manusia
dapat diartikan sebagai hak dasar (asasi) yang dimiliki dan melekat pada
manusia karena kedudukannya sebagai manusia. Tanpa adanya hak tersebut, manusia
akan kehilangan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Hak asasi manusia
adalah hak dasar atau hak pokok manusia yang dibawa sejak lahir sebagai
anugerah Tuhan Yang Maha Esa, bukan pemberian manusia atau penguasa. Hak ini
sifatnya sangat mendasar bagi hidup dan kehidupan manusia, serta bersifat
kodrati, yakni ia tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan manusia sebagai
penyandang dari hak tersebut.
Tenaga kerja adalah pelaku
pembangunan dan pelaku ekonomi baik secara individu maupun secara kelompok,
sehingga mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam aktivitas perekonomian
nasional, yaitu meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat. Di
Indonesia, tenaga kerja sebagai salah satu penggerak tata kehidupan ekonomi dan
merupakan sumber daya yang jumlahnya cukup melimpah. Ini bisa dilihat pada
masih tingginya jumlah pengangguran di Indonesia serta rendahnya atau minimnya
kesempatan kerja yang disediakan.
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Hak Asasi Manusia (HAM) mempunyai arti penting bagi
kehidupan manusia, terutama dalam hubungan antara negara (penguasa) dan warga
negara (rakyat), dan dalam hubungan antara sesama warga negara. HAM yag berisi
hak-hak dasar manusia memuat standar normatif untuk mengatur hubungan pengusaha
dangan rakyatnya dan hubungan rakyat dengan sesama rakyat.
Hak Asasi manusia
dapat diartikan sebagai hak dasar (asasi) yang dimiliki dan melekat pada
manusia karena kedudukannya sebagai manusia. Tanpa adanya hak tersebut, manusia
akan kehilangan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Hak asasi manusia
adalah hak dasar atau hak pokok manusia yang dibawa sejak lahir sebagai
anugerah Tuhan Yang Maha Esa, bukan pemberian manusia atau penguasa. Hak ini
sifatnya sangat mendasar bagi hidup dan kehidupan manusia, serta bersifat
kodrati, yakni ia tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan manusia sebagai
penyandang dari hak tersebut. (Asykuri ibn chamim dkk, 2003).
Tenaga kerja adalah pelaku
pembangunan dan pelaku ekonomi baik secara individu maupun secara kelompok,
sehingga mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam aktivitas perekonomian
nasional, yaitu meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat. Di
Indonesia, tenaga kerja sebagai salah satu penggerak tata kehidupan ekonomi dan
merupakan sumber daya yang jumlahnya cukup melimpah. Ini bisa dilihat pada
masih tingginya jumlah pengangguran di Indonesia serta rendahnya atau minimnya
kesempatan kerja yang disediakan.
Dalam
paasal 27 D ayat (2) UUD 1945 dan perubahannya mengandung dua makna sekaligus,
yaitu memberi hak kepada warga negara
untuk memperoleh salah satu hak dasar manusia yaitu pekerjaan dan membebani
kewajiban kepada negara untuk memenuhinya.
Kondisi
perekonomian yang kurang menarik di negaranya sendiri dan penghasilan yang
cukup besar dan yang tampak lebih menarik di negara tujuan telah menjadi pemicu
terjadinya mobilitas tenaga kerja secara internasional. Aspek perlindungan
terhadap penempatan tenaga kerja di luar negeri sangat terkait pada sistem
pengelolaan dan pengaturan yang dilakukan berbagai pihak yang terlibat pada
pengiriman tenaga kerja Indonesia keluar negeri. Untuk langkah penempatan
tenaga kerja di luar negeri, Indonesia telah menetapkan mekanisme melalui tiga
fase tanggung jawab penempatan yakni fase pra penempatan, selama penempatan dan
purna penempatan.
Pengaturan
tentang penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri adalah Undang-undang
No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di
Luar Negeri. Pada konsideran menimbang huruf c, d dan e, disebutkan bahwa
tenaga kerja Indonesia di luar negeri sering dijadikan obyek perdagangan
manusia, termasuk perbudakan dan kerja paksa, korban kekerasan,
kesewenang-wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat manusia serta perlakuan
lain yang melanggar hak asasi manusia. Oleh karena itu negara wajib menjamin
dan melindungi hak asasi warga negaranya yang bekerja baik di dalam maupun di
luar negeri berdasarkan prinsip persamaan hak, demokrasi, keadilan sosial,
kesetaraan dan keadilan gender, anti diskriminasi dan anti perdagangan manusia.
Dalam hal penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri merupakan suatu
upaya untuk mewujudkan hak dan kesempatan yang sama bagi tenaga kerja untuk
memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak, yang pelaksanaannya dilakukan
dengan tetap memperhatikan harkat, martabat, hak asasi manusia dan perlindungan
hukum serta pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai
dengan kebutuhan nasional.
Pada
fase selama penempatan sangat sering persoalan tenaga kerja Indonesia yang
berada di luar negeri, mengakibatkan permasalahan yang cukup memprihatinkan
berbagai pihak. Hal ini menunjukan bahwa apabila penyelesaian tenaga kerja
diserahkan pada posisi tawar-menawar (bargaining position) maka pihak
tenaga kerja akan berada pada posisi yang lemah. Sebagai misal, kasus kematian
yang tidak wajar sampai pada kasus penganiayaan, berbagai pelecehan tenaga
kerja sampai mengakibatkan adanya rencana pihak Indonesia untuk menghentikan
pengiriman tenaga kerja keluar negeri oleh karena dirasakan bahwa pengiriman
tenaga kerja keluar negeri akan menemui berbagai macam kendala. Berbagai
permasalahan sering dihadapi oleh tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar
negeri. Terdapat hubungan yaitu tenaga kerja, pengusaha penempat tenaga kerja
serta pemerintah selaku pembuat kebijakan. Khusus untuk hak-hak tenaga kerja
yang penting adalah memperoleh jaminan perlindungan hukum sesuai dengan
peraturan perundang-undangan atas tindakan yang dapat merendahkan harkat dan
martabatnya serta pelanggaran atas hak-hak yang ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan selama penempatan di luar negeri dan memperoleh
jaminan perlindungan keselamatan dan keamanan kepulangan Tenaga Kerja Indonesia
(TKI) ke tempat asal.
B. Rumusan
masalah
Adapun permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah :
1.
Kasus pelanggaran HAM yang sering terjadi dengan pekerja Indonesia yang bekerja
di luar negeri?
2.
Bagaimana peranan pemerintah Indonesia
yang bekerja sama dengan pihak hukum melihat kasus pelanggaran HAM yang terjadi
di luar negeri,
terutama pelanggaran HAM yang menimpa TKI kita saat ini?
BAB II
PEMBAHASAN
Secara historis, dengan latar
belakang kebijakan politik yang berbeda, penempatan TKI di luar negeri telah
terjadi sejak jaman Hindia Belanda sekitar tahun 1887, dimana banyak TKI yang
dikirimkan oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk bekerja sebagai kuli kontrak di
Suriname, New Calidonia, Siam dan Serawak. Di samping itu, banyak pula TKI yang
secara tradisional berangkat ke luar negeri terutama ke Malaysia untuk bekerja,
dan sampai sekarang banyak di antara
mereka yang menetap di sana.
Penempatan TKI yang didasarkan
pada kebijakan pemerintah Indonesia baru terjadi pada tahun 1969, yang
dilaksanakan oleh Departemen Perburuhan. Dengan dikeluarkannya PP No. 4 tahun
1970 diperkenalkan program Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) dan Antar Kerja
Antar Negara (AKAN), maka penempatan TKI di luar negeri mulai melibatkan pihak
swasta. Dalam upaya perlindungan TKI telah dibentuk Badan Koordinasi Penempatan
TKI tanggal 16 April 1999 melalui Keppres No. 29 Tahun 1999. Keanggotaan Badan
Kordinasi Penempatan TKI (BKPTKI) terdiri dari sembilan instansi terkait lintas
sektoral untuk meningkatkan program
Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PTKLN) sesuai dengan lingkup tugas
masing-masing. Untuk penyederhanaan prosedur dan mekanisme serta peningkatan
pelayanan penempatan TKI telah dibentuk Balai Pelayanan Penempatan TKI (BP2TKI)
di daerah provinsi pengirim TKI. BP2TKI tersebut berfungsi sebagai pelayanan
satu atap, untuk mempermudah, mempermurah, mempercepat dan mengamankan proses
penempatan TKI. Perkembangan lebih lanjut pada tahun 2004, telah terbit
Undang-Undang Nomor 39 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia di Luar Negeri. Pasal 5 menyatakan bahwa: Pemerintah bertugas
mengatur, membina, melaksanakan dan mengawasi penyelenggaraan penempatan dan
perlindungan TKI di luar negeri.
- Kasus pelanggaran
HAM yang terjadi pada pekerja indonesia di luar negeri
- Dalam primair online pada 20 November 2010 menyampaikan bahwa 5.636
TKI disiksa dan diperkosa di Saudi selama 2010.
Migrant Care menyatakan selama tahun
2010 telah tercatat sebanyak 5.636 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi
yang mengalami penyiksaan dan
pemerkosaan. “Ini yang terpantau, kemungkinan kasus lain masih
ada,” kata Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayat, dalam diskusi publik
di Jakarta, Sabtu (20/11). Menurutnya,
persoalan kekerasan tersebut terjadi karena Indonesia belum bisa memberikan
perlindungan hukum yang maksimal bagi TKI. Bahkan, lanjut dia, Kedutaan Besar
Indonesia di Arab Saudi beberapa kali mengacuhkan laporan TKI yang disiksa oleh majikannya. Lebih lanjut, Anis
menilai pemerintah Indonesia juga tidak berhasil untuk menekan pemerintah
negara tujuan TKI, untuk memberikan perlindung. ”Sejak lebaran saya menerima
kasus TKI yang disiksa secara serius di Arab dan melaporkan berkali-kali kepada
KBRI. Tapi sampai sekarang tidak ada upaya untuk menangani dan mengeluarkan
dari rumah itu,” ungkap dia.
·
Penyumbang kasus
terbesar dalam pelanggaran HAM pekerja Indonesia di luar negeri yaitu Malaysia
dan Arab seperti dijelaskan dalam world face
on December 3rd, 2010
Malaysia
dan Arab Saudi menjadi dua negara yang menyumbang kasus kekerasan terbanyak
terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI).
“Dari sebaran kasus, paling banyak di Malaysia
dan Arab Saudi karena warga negara kita paling banyak di sana,” kata Juru Bicara
Kementerian Luar Negeri, Michael Teene dalam konferensi pers, Jum’at 3 Desember
2010. Berdasarkan catatan kementerian tahun 2010, lanjutnya, jumlah warga
negara Indonesia (WNI) yang tinggal di luar negeri ada sebanyak 3,295 juta
jiwa. Sebanyak 42 persen di antaranya tinggal di Malaysia, sedangkan yang ada
di Arab Saudi berjumlah 19 persen. Dari keseluruhan jumlah WNI di luar negeri,
Teene belum bisa merinci secara persis jumlah TKI. Namun, dari persentase
jumlah WNI di Malaysia dan Arab Saudi, disimpulkan jumlah TKI yang ada di kedua
negara tersebut juga menduduki dua peringkat terbanyak.
Teene mengatakan, jumlah kasus TKI yang
ditangani kementerian untuk tahun ini mencapai 4.532 kasus,. Jumlah ini
meningkat jika dibandingkan jumlah kasus tahun 2009 sebanyak 4.800 kasus. “Itu
baru jumlah yang dilaporkan ke kantor perwakilan. Yang tidak dilaporkan cukup
banyak juga,” kata dia, dari jumlah itu, yang sudah selesai ditangani mencapai
59 persen, yakni sebanyak 2.716 kasus. Sisanya masih proses dan terus berlanjut.
Kasus yang menimpa TKI paling banyak berkaitan dengan pelanggaran kontrak
kerja. Misalnya, gaji yang tak kunjung dibayarkan, jam kerja yang berlebihan,
dan beban kerja yang tidak sesuai dengan yang tercantum dalam kontrak kerja.
Ada pula beberapa kasus berat, yakni kekerasan dan pelecehan seksual, tetapi
jumlahnya relatif tidak besar. “Tindak kekerasan sebanyak 4 persen. Sedangkan
kasus pelecehan seksual 2 persen,” imbuh Teene.
- Peran pemerintah dan
penegak hukum dalam melihat pelanggaran HAM yang terjadi dengan pekerja
Indonesia di luar negeri.
Dari
segi hukum, dalam sepuluh tahun terakhir ini ada sejumlah kemajuan penting
mengenai upaya bangsa ini untuk melindungi HAM. Seperti diketahui, ada sejumlah
produk politik yang penting tentang HAM. Tercatat mulai dikeluarkannya TAP MPR
No. XVII/1998, kemudian amandemen UUD 1945 yang secara eksplisit sudah
memasukkan pasal-pasal cukup mendasar mengenai hak-hak asasi manusia, UU No.
39/1999 tentang Hak-Hak Asasi Manusia, dan UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM.
Setelah dilakukannya amandemen dengan sendirinya UUD 1945 sebenarnya sudah
dapat dijadikan dasar konstitusional untuk memperkokoh upaya-upaya peningkatan
perlindungan HAM. Adanya undang-undang tentang HAM dan peradilan HAM, merupakan
perangkat organik untuk menegakkan hukum dalam kerangka perlindungan HAM atau
sebaliknya penegakan supremasi hukum dalam rangka perlindungan HAM. (DR. IUR. Adnan Buyung Nasution,2003)
Dalam UU RI No. 39 tahun
2004 dijelaskan bahwa Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan upaya
perlindungan TKI di luar negeri. Salah satu upaya pemerintah yaitu yang
tercantum dalam surat keputusan bersama menteri luar negeri, menteri kehakiman dan
hak asasi manusia, menteri perhubungan, menteri tenaga kerja dan transmigrasi,
menteri agama dan menteri negara pemberdayaan perempuan, No.
33/KEP/MEN.PP/XI/2003 pasal 1 menjelaskan bahwa tim advokasi, pembelaan dan
perlindungan tenaga kerja indonesia di luar negeri adalah tim yang dibentuk
untuk memberikan bantuan konseling, pembelaan dan perlindungan kepada TKI.
Dalam UU ini mengamanatkan terbentuknya suatu badan yaitu
Badan
Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) dengan harapan pelayanan
kepada TKI dapat dilakukan dengan sistem satu atap dan lintas instansi.
Selain
itu, dalam keputusan bersama ini juga dijelaskan tentang tugas dari tim dalam pasal 4, yaitu
1.
Memberikan perlindungan,
pembelaan hak-hak dasar dan bantuan hukum bagi tenaga kerja Indonesia di luar
negeri.
2.
Melakukan pendataan dan
penelitian dokumen tenaga kerja Indonesia(bekerjasama dengan Agency).
3.
Mendata nama dan alamat
majikan
4.
Melakukan bimbingan dan
penyuluhan bagi TKI
5.
Memberikan konsultasi dan
pendampingan bagi TKI yang bermasalah
6.
Membantu penyelesaian
perselisihan antara TKI dengan pengguna/majikan
7.
Memberikan bantuan penyelesaian
administrasi dari dokumen TKI
8.
Mengurus penyelesaian
pembayaran atas gaji TKI yang tidak dibayar
9.
Memproses penyelesaian
pemenuhan hak-hak akibat pemutusan hubungan kerja dan harta kekayaan TKI
10.
Mengupayakan pembelaan
hukum bagi TKI
11.
Mengurus penyelesaian
jaminan atas resiko kecelakaan kerja dan atau kematian yang dialami TKI
12.
Membantu proses
pemulangan TKI
13.
Melaksanakan tugastugas
lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas tim sesuai dengan petunjuk
Menteri terkait.
Tingginya
kasus kekerasan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar
negeri haruslah menjadi perhatian serius dari Pemerintah Indonesia khusunya
perusahaan penyalur tenaga kerja Indonesia. Tenaga kerja yang sering mendapatkan
perlakuan kekerasan terbesar itu tenaga kerja yang bekerja di sector informal
yakni Pembantu Rumah Tangga (PRT). Perlakuan
tindakan kekerasan yang didapatkan oleh PRT dikarenakan kurangnya keterampilan
yang dimiliki oleh TKI
tersebut selain itu juga factor ketidaksiapan TKI terhadap pekerjaan, ada juga factor
mental TKi
yang harus menyesuaikan diri terhadap budaya di negara tujuan.
Namun dari kasus-kasus yang terjadi dengan tenaga kerja
Indonesia di luar negeri peran pemerintah masih kurang karena pemerintah akan
bergerak jika ada kasus besar yang di muat di media masa. Sebenarnya pemerintah
sudah memiliki peraturan-peraturan tentang TKI yang sangat baik namun dalam
implementasinya masih kurang sehingga sangat diperlukan implementasi nyata
terhadap pengolahan masalah-masalah yang terjadi dengan tenaga kerja Indonesia
jangan hanya bergerak jika kasus/ masalah yang mengenai TKI sudah di muat di
berbagai media masa, pemerintah harus bergerak lebih cepat dan tanggap akan
masalah-masalah yang terjadi dengan tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
Pemerintah dapat memulainya dengan mengharuskan kepada
perusahaan-perusahan jasa penyaluran tenaga kerja Indonesia untuk terlebih
dahulu memberikan pelatihan dan pendidikan
keterampilan kepada TKI yang hendak diberangkatkan ke luar Negeri, hal ini
dimaksud agar TKI asal Indonesia bisa siap kerja di Negara tujuan bekerja, dan pemerintah juga
harus membuat Mou antara RI-negara tujuan dalam rangka
memberikan perlindungan terhadap TKI yang berada di negara tujuan sehingga angka tindak
kekerasan yang dialami di negara
tujuan TKI dapat di perkecil.Selain itu pemerintah harus dapat bekerjasama dengan para
penegak hukum dalam penanganan kasus yang terjadi dengan TKI di luar negeri.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah
diuraikan, maka penulis dapat memaparkan beberapa kesimpulan, yaitu
sebagai berikut :
1. Malaysia dan Arab Saudi menjadi
dua negara yang menyumbang kasus kekerasan terbanyak terhadap tenaga kerja
Indonesia (TKI).
2. Motif utama seringnya terjadi pelanggaran HAM adalah
lemahnya Undang – Undang yang berfungsi sebagai pelindung Hak Asasi Manusia
3. Peran
pemerintah dalam penanganan kasus TKI di luar negeri masih kurang karena
pemerintah akan bergerak jika ada kasus besar yang di muat di media masa.
4.
Solusi untuk mengurangi dan mengatasi kasus yang terjadi
dengan para TKI di luar negeri terhadap pelanggaran HAM yaitu pemerintah harus
mempertegas undang-undang perlindungan pekerja Indonesia di luar negeri; pemerintah
membuat Mou antara RI-negara tujuan TKI untuk mengurangi tindak pelanggaran HAM
dan pemerintah membenahi sistem penyaluran TKI ke luar negeri.